Welcome...

Selamat Datang di Blog Sedehana ini. Insya Allah, Sajian Intelektual akan Senantiasa Menemani Perjalanan Browsing Anda. Salam...

Peringatan Hari Lahir Pancasila. Kita Indonesia, Kita Pancasila

Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila yang dirangkaikan dengan Penyerahan SK CPNS Dosen dan Staf Lingkup Unsulbar.

Squad Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris

Foto bersama stakeholder pasca mengikuti rapat kerja Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsulbar

Sambutan Koordinator Unit Asistensi Mengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsulbar

Pelepasan Mahasiswa Asistensi Mengajar dirangkaikan dengan Penandatangan MoU dengan Sekolah-Sekolah Mitra di Kabupaten Majene dan Polman

Narasumber Lokakarya Program Sekolah Penggerak di Hotel Lilianto Kab. Polman

Lokakarya dihadiri oleh kepala sekolah dan Dua Perwakilan Guru Komite Pembelajaran disetiap Sekolah Penggerak di Kab. Polman

Bimbingan Teknis di BPMP Sulawesi Barat

Bimtek Penyusunan Instrumen Akreditasi Program Studi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsulbar

Kenangan bersama UPT SMAN 4 Wajo

Penyerahan Sumbangan untuk Masjid UPT SMAN 4 Wajo (Kiri) dan Penghargaan Olimpiade Sains Nasional (Kanan)

Friday 8 July 2016

IBU, PEJUANG DIBALIK LAYAR

Kenapa ibu rumah tangga itu mulia sekali? Kenapa? Karena dia membesarkan anak-anak? Bukan itu jawabannya, karena banyak orang yang bisa membesarkan anak-anak sama baiknya degan mereka, baby sitter misalnya, dibayar. Karena dia mendidik anak-anak? Bukan. Karena toh juga banyak yang bisa mendidik anak-anak lebih baik, guru, trainer, instruktur misalnya. Semakin profesional, semakin jago--meski semakin mahal bayarnya.

Kenapa ibu rumah tangga itu mulia sekali? Jawabannya adalah: karena mereka mengorbankan hidup mereka demi orang2 di sekitarnya berkembang. Pengorbanan, itulah kata kuncinya.

Sungguh, tidak terbilang ibu rumah tangga yang bisa saja jadi wanita karir, bisa menggapai CEO, direktur, tapi dia memilih menjadi ibu rumah tangga di rumah saja. Tidak terbilang ibu rumah tangga yang bisa jadi profesor, doktor, jadi apapun yang mereka mau karena pintar dan brilian. Tidak terbilang dari mereka yang bisa jadi Presiden, Menteri, astronot, dokter, artis, apapun itu, tapi ketika mereka memilih menghabiskan waktu menjadi ibu rumah tangga, mereka telah mengambil langkah yang amat mulia: mengorbankan hidup mereka demi membesarkan dan mendidik anak-anaknya, mendukung suaminya dari belakang, menjadi orang dibalik layar. Mereka mengorbankan hidupnya agar orang disekitar berkembang.

Kenapa menjadi guru itu amat mulia? Juga sama rumusnya, karena guru-guru terbaik, hei, sejatinya guru2 terbaik ini bisa sukses kalau dia mau jadi pengusaha, mau jadi insinyur, tapi mereka memilih mengajar dengan kesadaran penuh, dengan kecintaannya. Mereka mengorbankan hidupnya dengan cukup menjadi guru saja, mendidik anak-anak, agar anak-anak ini berkembang baik, menjadi kebanggaan. Tahu resikonya, tidak akan kaya raya dengan jadi guru. Jalan yang dia pilih. Itulah kenapa guru amat mulia.

Disekitar kita, banyak sekali jenis pengorbanan yang indah. Sebatang lilin membiarkan tubuhnya meleleh demi terang sekitar. Seorang Ibu rela hidup-mati demi melahirkan anak tersayang. Seorang Ibu rela tidak beli baju demi anak-anaknya beli baju. Tidak tidur demi anak-anaknya tidur. Pengorbanan2 yang mengharukan. Dan kita, Kawan, selalu bisa mengambil jalan itu, jalan pengorbanan. Bersedia menukar hidup kita demi kebahagiaan orang-orang yang kita sayangi.

Ketahuilah, semakin lapang hati kita memilihnya, semakin lega, maka semakin indah jalan pengorbanan itu. Dilakukan penuh kesadaran, dilakukan penuh ihklas dan tulus. Biarlah, biarlah orang-orang yang kita cintai berkembang, orang-orang menggapai cita-cita, mimpi-mimpi terbaiknya, kita memutuskan menjadi jalan terbaik bagi mereka, mensupport, mendukung. Nama kita boleh jadi tidak akan diukir di prasasti, nama kita boleh jadi tidak akan diingat siapapun. Tapi kita akan selalu mengukir, mengingat ketulusan pengorbanan yang kita lakukan. Itulah kenapa Ibu rumah tangga amat mulia dan spesial. Mereka adalah pahlawan dalam sebuah pertempuran besar egoisme, keinginan diri sendiri.

Tuesday 5 July 2016

RENUNGAN RAMADHAN 1437 H

Shalat itu paling lama rata2 hanya 5-10 menit. Ada yang 15-30 menit, ada yang berjam-jam, tapi positif, tidak ada shalat lebih 12 jam, karena malah nabrak waktu shalat wajib berikutnya. Jadi harus dihentikan.

Bayar zakat, itu lebih cepat lagi, wushh, paling 1-2 menit. Genap ijab kabulnya, beres. Malah sekarang, jika pakai transfer, cukup klik, klik lewat internet banking. Infaq, sedekah, semuanya termasuk ibadah cepat.

Puasa lebih lama, kita butuh 12-14 jam, rata2. Di belahan bumi lain, ada puasa yg 20 jam (karena siangnya super panjang, malamnya super pendek); tapi nggak ada puasa lebih dari 24 jam. Dijamin. Harus buka.

Naik haji atau umroh, bisa berhari2, karena prosesnya cukup banyak. Ditambah dengan menghitung perjalanan dan proses sunnahnya, bisa berpuluh hari di tanah suci. Tapi tidak akan lebih dari berbulan2, selesai ibadahnya.

Pekerjaan kita juga ibadah. Masuk kantor, atau pabrik, diniatkan untuk ibadah, hingga waktu pulang. Sudah ibadahlah dia. Tapi tetap saja ada batas waktunya, 12 jam. Ada liburnya sabtu-minggu, dikasih cuti pula 14 hari setiap tahun.

Sekolah kita juga ibadah. Tapi selama2nya sekolah, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun, tetap nggak lama2 banget. Pun juga ada libur panjang, libur semester, dsbgnya. Bisa pula cuti kuliah, berhenti dulu.

Nah, dari sekian banyak ibadah, ternyata ada yang lama banget. Bahkan bolehlah kita sebut yang paling lama. Apa itu? Yaitu menikah. Jika kita menikah usia 25, bertahan hingga usia 50 tahun, maka selama 25 tahun sudah kita menikah. Lama sekali. Tidak ada liburan dari menikah, juga tidak ada cutinya. Sekali terikat pernikahan, maka bisa panjang sekali durasinya. Ada sih yg cerai segera, atau menikah berkali2--tapi kita tidak sedang membahas tentang itu.

Menikah adalah ibadah yang berdurasi lama--siapapun pasti niatnya pengin bertahan hingga meninggal. Menikah disebut menggenapkan separuh agama, saking seriusnya ibadah ini. Ketahuilah, pernikahan yang baik, dijalani dengan baik, melahirkan keluarga yang baik, anak2 yg saleh dan salehah, maka dia menghabiskan separuh hidup kita. Bahkan lebih. Tanyakanlah ke orang tua, kakek-nenek kita yg menikah 40-50 tahun, bahkan lama menikahnya jauh lebih lama dibanding lama hidup ketika belum menikah (yg hanya 25-30 tahun).

LAKADAUNG, NEGERI 1001 NIRWANA SURGA

Aku dilahirkan di Lakadaung, desa 1001 nirwana surga. Aku tinggal disana bersama kedua orang tua, saudara dan kerabat lainnya. Jauh disana, surga berdiri megah menanti para penghuninya. Disini potongan surga telah menancap dipunggung bumi, menampilkan sejuta pesona alam yang tak tertandingi.
Lakadaung, sang tanah surga. Lukisan indah ciptaan Tuhan. Seni maha indah yang tergores di kanvas kehidupan. Desaku yang indah, potongan tanah nirwana. Disana, sungai menyajikan keindahannya berdeburan air. Disandingkan dengan hamparan  rumput. Disana pohon kelapa berbaris melambai-lambai, menyambut para petani membawa berkah alam.
Disana, gunung menyajikan keindahan hijaunya alam. Semilir angin yang sejuk bertiup semilir. Pohon beriringan menampilkan kerindangan. Disini, sejuta hewan hidup dalam kedamaian, jutaan tanaman menancap diatas bumi. Disana, ada bendungan yang menyajikan alam bawah permukaan air. Ikan-ikan yang indah berenang dengan bebas. Kumpulan batu berdiri laksana gunung-gunung. Tanaman yang ada didalam air bergoyang-goyang mengikuti irama aliran air.

Langit yang begitu luar dengan warna biru yang cerah tidak berujung. Dihiasi dengan awam yang putih yang sangat indah. Gunung yang menjulang tinggi bagaikan menembus langit yang biru. Sawah yang sangat luas terbentang bagaikan permadani yang berwarna hijau. Betapa indahnya desaku ini, seindah nirwana. Aku bangga dilahirkan disurga ini.